Tugas Logika Saintific “Teori Interaksionisme Simbolik”

 

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

“Logika Saintific”

Disusun Oleh:

                Rudi Irawan           (B75210078)

Kelas                     2F3

Dosen pembimbing:

Drs. Masduqi Affandi M.Pd.I

FAKULTAS DAKWAH

JURUSAN SOSIOLOGI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

2011

Teori Interaksionisme Simbolik

A.     Istilah teori

Istilah teori memiliki penggunaan yang beranekaragam. Keanekaragaman sedemikian ini sering membingungkan para sosiolog, karena antara dua orang atau lebih mungkin saja tidak sepaham mengenai arti teoritis dari sebuah ide (pemikiran).oleh karena ini bijaksana kalau kita mencoba memahami secara sungguh-sungguh aneka ragam istilah teori dalm ilmu sosiologi tersebut.

Teori bisa muncul dalam beranekaragam bentuk, tapi kenyataanya semua karaya teoritis mengenai satu pokok masalah mempunyai arti ganda dan oleh karenanya hampir dapat dipastikan bahwa dalam sebuah teori selalu ada peluang untuk interpretasi dan re-evaluasi.[1] Teori bisa muncul karena adanya masalah pokok yang kita namakan problem-problem praktis, dengan adanya masalah sedemikian itu menuntut adanya upaya praktis unuk memusatkan perhatian mengenai masalah-masalah itu dan membentuk landasan sistem pemikiran yang kemudian kia sebut teori-teori itu.[2] Teori yang benar adalah merupakan pernyataan suatu fakta dalam hubunganya dengan fakta lain.[3]

B.     Sejarah singkat lahirnya teori interaksionisme simbolik

Pendekatan teori ini mengikuti pendekatan Weber (pendekatan yang berusaha mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa social dan historis) dalam teori aksi[4]. Teori interaksionisme simbolik muncul pertama kali di Universitas Chicago dan dikenal pula sebagai aliran Chicago. Dua orang tokoh besar John Dewey dan Charles Horton Cooley  adalah filsof yang semula menggembangkan Teori Interasionisme Simbolik, kemudian George Herbeat Mead menguji kebenaran teori ini melalui penelitian empiris, walaupun begitu dari  keseluruhan pemikiran sosiologi beranggapan bahwa teori ini yang paling sukar disimpulkan.

C.     Sumber teori interaksionisme simbolik

Teori ini berasal dari beberapa sumber tetapi tak ada satu sumber yang dapat memberikan pernyataan tunggal tentang apa yang menjadi isi dari teori ini, kecuali satu hal, yakni bahwa ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B Watson[5]. Hal ini tercermin dari gagasan teori ini yang berusaha membedakan teori ini dari teori behaviorisme radikal itu. Behaviorisme radikal berpendirian bahwa perilaku individu dapat diamati, pengamatanya dilakukan terhadap tindakan-tindakan individu. Bahwa tindakan (action) itu merupakan aspek yang terseluubung dari perilaku (behavior) yang justru diabaikan oleh penganut behaviorisme radikal. Perlu dijelaskan di sini bahwa secara kosepsional istilah action mengandung makna yang berbeda dari istilah behavior.

Behaviorisme sebagaimana namanya menunjukkan, mempelajari tingkahlaku manusia secara obyektif dari luar. Sedangkan Mead dari interaksionisme simbolik, mempelajari tindakan sosial dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengeahui barang dari sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial dari sudut aktor.[6] Dapat dikatakan penganu behaviorisme cenderung melihat perilaku manusia seperti binatang dalam arti hanya semata-mata merupakan hasil rangsangan dari luar. Interaksionisme melihat perbedaan kualitatif antara keduanya. Perbedaan yang jelas adalah tentang penggunaan bahasa beserta kemampuan belajar yang tidak dimilki oleh bianatang. Interaksionisme simbolik beranggapan behaviorisme menilai perilaku manusia merupakan hasil setimulus, respon ini dipandang oleh interaksionisme simbolik sebagai merendahkan derajat perilaku manusia sampai kebatas kelakuan binatang yang semata-mata merupakan proses stimulus.

Herbert Blumer menjelaskan perbedaan teori interasionisme simbolik dengan behaviorisme sebagai berikut. Menurut Blumer istilah interaksinisme simbolik menujuk oada sifat khas dari interaksi antar nmanusia “bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendifinisikan tindakanya”[7]. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantaranya oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Dalam proses interaksi manusia bukan suatu proses dimana adanya setimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantara proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses pemikiran yang merupakan kemapuan yang khas yang dimiliki manusia.

Berbeda dengan paradigma fakta sosial yang telah dibahas menrut teori interaksionisme simbolik ini fakta sosial bukanlah merupakan barang sesuatu yang mengendalikan dan memaksa tindakan manusia. Fakta sosial sebagai aspek yang penting dalam kehidupan masyarakat.

D.     Proses kehidupan bermasyarakat menurut pandangan teori interksionisme simbolik

Indvidu atau unit-unit tindakan yang terdiri dari atas sekumpulan tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokan tindakan mereka satu dengan yang lainya melalui proses interpretasi. Dalam hal aktor yang terbentuk kelompok, maka tindakan kelompok itu adalah merupakan tindakan kolektif dari individu yang tergolong dalam kelompok itu. Bagi teori individual, interaksi dan interpretasi merupakan tiga terminologi kunci dalam memahami kehidupan sosial.

E.      Substansi teori interaksionisme simbolik

Menurut Arnold Rose melalui satu seri asumsi dan proposisi-proposisi umum sebagai berikut:

Asumsi 1

Manusia hidup dalam satu lingkungan simbol-simbol. Manusia memberikan tanggapan terhadap  rangsangan yang bersifat fisik. Misalnya terhadap panas dan dingin. Pengertian dan penghayatan terhadap simbol-simbol yang tak terhitung jumlahnya itu merupakan hasil pelajaran dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan sebagai hasil dari rangsangan bersifat fisik. Smbol-simbol dapat divisualkan. Tetapi keistimewaan manusia terletak pada kemampuanya untuk mengkomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui pemahaman bahasa. Kemampuan berkomunikasi, belajar, serta memahami makna dari berbagai simbol itu merupakan seperangkat kemampuan yang menjadi pokok perhatian analisa Sosiologi dari Teori Interaksionisme Simbolik.

Asumsi 2

Melalui simbol-simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain dengan cara yang berbeda dari stimulir yang diterimanya dari orang lain itu. Untuk memahami asumsi perlu pembedaan antara tanda-tanda alamiah (natural signs) dan simbol-simbol yang mempunyai makna (significant symbols). Natural signs bersifat natural serta menimbulkan reaksi yang sama setiap orang sedangkan significant symbol tidak harus menimbulkan reaksi yang sama bagi setiap orang.

Dalam berkomunikasi seserang menempatkan dirinya dalam peranan seperti diri orang lain yang terlibat komunikasi denganya.[8] Dengan demikian seseorang dapat menyelami maksud dari orang lain, dengan cara ini kita mencoba memahami bagaiman individu maupun kelompok sebagai satu keseluruhan akan menanggapi simbol-simbol yang muncul selama proses komunikasi berlangsung.

Asumsi 3

Simbol-simbol adalah suatu pengertian yang dipelajari, maka maka harus dan dapat mempelajari simbol-simbol. Dalam mempelajari simbol dan menyimbolkan, maka manusia belajar melakukan tindakan, secara bertahap

Proporsi umum (deduksi) I

Dengan mempelajari kultur sub kultur, manusia mampu memprediksikan antara sesamanya sepanjang waktu dan mengeksploitasi tindakan sendiri untuk mempediksi tindakan orang lain. Masyarakat melalui kulturnya menyediakan seperangkat arti yang sama terhadap simbol-simbol tertentu. Ini merupakan syarat interaksi.

Kehidupan masyarakat akan mengalami kekacaun kalau masing-masing orang tidak mempunyai kepastian tentang bagaimana orang lain memberikan tanggapan dalam berkomunikasi.

Asumsi 4

Simbol, makna serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh bagian-bagian yang terpisah, tetapi dalm bentuk kelompok, yang kadang-kadang luas dan kompleks. Artinya terdapat satuan-satuan kelompok yang mempunyai simbol-simbl yang sama. Atau kalau dipandang dari segi simbol, akan ada simbol kelompok.

Proporsi umum (deduksi) II

Mead “manusia mempunyai kepribadian sendiri dan karena itu mempunyai kemampuan untuk meciptakan sasaran tindakan-tindakan sendiri”. Manusia melakukan tindakan terhadap dirinya seperti ia bertindak sebagai sasaran diluar dirinya. Blumer “tiap individu dapat marah, mengasari, berbicara dan mendukung keteguhan hatinya, menata tujuanya, membuat kompromi dan merencanakan yang akan dilakukan bagi dirinya sendiri”[9]. kesemuanya ini merupakan kemampuan yang bertumpunpada kepribadian seorang individu yang memberikan sejumlah kebebasan terhadap manusia dalam kehidupan sosialnya.

Asumsi 5

Berpikir merupakan suatu proses pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis dan untuk mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang, menaksirkn keuntungan dan kerugian relatif menurut penilaian individu, di mana satu di antaranya dipilih untuk dilakukan. Ini merupakan titik perbedaan yang paling kontras antara pandangan interaksionisme simbolik dengan behaviorisme, dimana behaviorisme mengabaikan pandangan yang demikian.

Pada intinya Interaksionisme Simbolik menganggap suatu tindakan seseorang yang bersifat langsung terhadap stimulasi ang datang dari linkunganya atau dari luar dirinya. Tetapi tindakan itu merupakan hasil dari proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol dan saling menyesuikan makna dari simbol-simbol itu. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakanya, namun dengan kemampuan berpikir yang demilikinya manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujauan yang hendak dicapai.

Daftar Pustaka

Kinloloch, Graham C. 2005. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia

Mundiri. 2008. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Ritzer, George. 1985. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah Dan Teori Sosiolog. Jakarta: Erlangga


[1] Hotman M Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah Dan Teori Sosiolog, (Jakarta: Erlangga, 1986), hlm. 01

[2] Ibid., hlm. 02

[3] Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 198

[4] George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 50

[5] Ibid., George Ritzer, hlm 51

[6] Op cit., George Ritzer, hlm. 52

[7] Ibid., hlm. 52

[8] Graham C. Kinloloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 66

[9] Ibid., George Ritzer, hlm. 57

This entry was posted in SOS 2/F3. Bookmark the permalink.

Leave a comment